Selama sepekan terakhir dari Senin (26/2) sampai Jumat (01/3), terdapat 1,26 juta kali transaksi, dengan rata-rata volume transaksi sebanyak 15,41 miliar lembar saham dan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) sebesar Rp10,15 triliun.
Kemudian, sebanyak 19 perusahaan telah mencatatkan saham perdana atau menggelar initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun ini, dengan dana dihimpun mencapai Rp3,45 triliun.
“Terdapat 17 perusahaan dalam pipeline (antrian) pencatatan saham di BEI,” ungkap Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna.
Dari 17 perusahaan dalam antrian IPO, sebanyak 14 perusahaan beraset skala menengah antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, dua perusahaan beraset skala besar di atas Rp250 miliar, dan satu perusahaan beraset skala kecil di bawah Rp50 miliar.
Dari 17 perusahaan dalam antrean IPO, lima perusahaan sektor industri, empat perusahaan sektor barang konsumen primer, tiga perusahaan sektor teknologi, dua perusahaan sektor barang baku, dua perusahaan sektor barang konsumen non primer, dan satu perusahaan sektor infrastruktur.
Untuk penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), selama tahun ini telah diterbitkan sebanyak 15 emisi dari 13 penerbit EBUS dengan dana dihimpun mencapai Rp15,3 triliun sehingga total EBUS tercatat di BEI saat ini sebanyak 549 emisi, dengan outstanding senilai Rp467,34 triliun dan 32,362 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang diterbitkan oleh 128 perusahaan.
Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 186 seri, dengan nominal mencapai Rp5.810,39 triliun dan 502,10 juta dolar AS, ditambah Efek Beragun Aset (EBA) sebanyak 10 emisi senilai Rp3,25 triliun.
Untuk right issue, selama tahun ini sebanyak empat perusahaan telah menerbitkan right issue dengan total nilai mencapai Rp3,08 triliun serta masih terdapat 24 perusahaan tercatat dalam antrian right issue BEI.
Pasca-Pemilu 2024
Direktur Retail and Information Technology (IT) BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Fifi Virgantria menyatakan saat ini investor tengah mencermati arah kebijakan pemerintahan baru ke depan, yang bisa memengaruhi kinerja perusahaan di pasar modal Indonesia.
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang cukup kondusif sampai saat ini telah memberikan dampak positif terhadap stabilitas pasar modal Indonesia, terlihat dari aliran dana masuk investor asing atau capital inflow.
Selama sebulan terakhir, investor asing mencatatkan nilai beli bersih (net buy) sebesar Rp12,12 triliun, dan selama tahun ini investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp18,05 triliun.
Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma menyebut investor pasar saham terutama asing umumnya lebih menyukai pemimpin baru yang melanjutkan kebijakan pemerintahan sebelumnya, karena kestabilan dan minim risiko dari perubahan kebijakan yang ekstrem.
Ke depan, investor akan memonitor rencana kebijakan ekonomi dan calon anggota kabinet dari pemerintahan yang baru untuk memprediksi arah pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun mendatang.
Di sisi lain, investor tetap perlu memperhatikan kinerja fundamental perusahaan/saham dibandingkan sentimen jangka pendek dari pemilu, ujar Head of Research Team PT Mirae Asset Sekuritas Robertus Hardy.
Dalam jangka panjang, sentimen fundamental akan lebih berpengaruh, di antaranya meliputi kinerja operasional dan keuangan dari masing-masing perusahaan, serta kondisi makroekonomi dan makro industri dari masing-masing sektor industri.
Sebesar apa pun hasil kemenangan pemilu dan sehebat apa pun Presiden terpilih, apabila kedua faktor, yaitu makroekonomi dan makro industri tidak bertumbuh lebih positif, maka akan sulit bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk melanjutkan penguatan ke depan.
Optimisme pelonggaran moneter
Optimisme pasar modal usai pemilu akan makin meningkat seiring ekspektasi adanya pemangkasan suku bunga acuan oleh berbagai bank sentral di tingkat global pada paruh kedua tahun ini.
Equity MAMI Samuel Kesuma menyebut pemangkasan suku bunga global akan memberikan sentimen positif terhadap pasar keuangan domestik terutama stabilitas nilai tukar rupiah, berkaca dari tiga siklus penurunan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) sebelumnya.
Pelonggaran kebijakan moneter akan mendorong normalisasi likuiditas domestik sehingga memberikan sentimen positif terhadap aktivitas perekonomian dan pasar keuangan domestik.
Senada dengan itu, pasar modal Indonesia disebut akan semakin rally (menguat signifikan) setelah nantinya bank sentral AS The Fed memangkas tingkat suku bunga acuannya.
Optimisme itu disampaikan oleh analis ekonomi jeuangan dan praktisi pasar modal Hans Kwee, yang memperkirakan The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan 30 April- 1 Mei 2024 atau 11–12 Juni 2024 mendatang, seiring dengan terus membaiknya tingkat inflasi di Negeri Paman Sam.
“Market akan lebih rally lagi ketika The Fed mulai menurunkan suku bunga. Jadi, sekarang pasar cuma menantikan potensi penurunan tingkat suku bunganya,” ujar Hans.
Dari dalam negeri, seiring potensi Pemilu 2024 hanya berlangsung satu putaran dan kebijakan pemerintahan sebelumnya akan dilanjutkan, ditambah dari mancanegara, ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan akan dilakukan oleh berbagai bank sentral global pada paruh kedua.
Optimisme pun mengiringi investor, baik investor domestik ataupun asing, yang tentunya akan berdampak positif bagi pasar keuangan dan pasar modal Indonesia.
Dengan optimisme itu, bukan tidak mungkin pasar saham Indonesia bakal makin menguat apabila dibandingkan posisi saat ini, yang mana IHSG berada di level 7.295,05 pada penutupan perdagangan pada 1 Maret lalu. (Ant)