Jakarta – Bank Indonesia (BI) memprakirakan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), pada 2026 berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis, menyampaikan komitmen bank sentral untuk terus memperkuat dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ke depan.
“Cadangan devisa kami cukup besar, 152,5 miliar dolar AS (posisi Mei 2025), dan ke depan kami berkomitmen untuk menjaga nilai tukar rupiah ini,” kata Perry.
Ia menambahkan, berbagai faktor fundamental akan membawa nilai tukar rupiah ke arah penguatan untuk tahun depan. Faktor fundamental ini antara lain prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik, inflasi yang relatif rendah, serta imbal hasil dari investasi di Indonesia termasuk Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup menarik.
Perry juga menegaskan komitmen bank sentral untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, baik melalui intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF) maupun intervensi di domestic non-delivery forward (DNDF) serta di pasar domestik.
“Pada waktu itu (pasca pengumuman kebijakan tarif AS) pada 8 April (saat pasar domestik dibuka setelah libur Lebaran) rupiah pernah mencapai 16.865 per dolar AS, sekarang pada 30 Juni menguat ke 16.235 dolar AS,” kata dia.
Selain rupiah yang menguat, Perry juga mencatat bahwa sejauh ini ketahanan eksternal perekonomian Indonesia relatif terjaga. Surplus neraca perdagangan tercatat tetap besar, terutama didukung ekspor komoditas nonmigas.
Dari sisi neraca finansial dan modal, dampak kondisi global terlihat pada arus masuk investasi portofolio. Pada triwulan II 2025, terjadi outflow investasi portofolio sekitar 2,4 miliar dolar AS, setelah mencatat net inflow sebesar 0,3 miliar dolar AS pada triwulan I 2025.
“Tapi akhir-akhir ini sudah terjadi pembalikan aliran portofolio ke Indonesia khususnya pada SBN,” ujar dia.
Perry mengingatkan perlunya memperkuat langkah-langkah untuk mendorong aliran masuk modal asing, khususnya dalam penanaman modal asing, baik melalui perbaikan iklim investasi maupun penarikan penanaman modal asing ke Indonesia. Hal ini tidak hanya untuk memperkuat ketahanan eksternal tetapi juga mendorong pertumbuhan.
Terkait dengan inflasi, Bank Indonesia memprakirakan inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen atau rentang 1,5 persen sampai dengan 3,5 persen pada 2026.
“Berbagai langkah juga kami pantau di kantor-kantor perwakilan BI, 46 kantor-kantor kami juga dikerahkan untuk mengendalikan inflasi termasuk di dalam koordinasi dengan pemerintah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID), termasuk juga Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” kata Perry.