Jakarta – Juru Bicara Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Jodi Mahardi menyampaikan bahwa kebijakan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen sedang dikaji secara komprehensif untuk menyesuaikan dengan situasi ekonomi nasional dan global.

“Saya merujuk ke statement Pak Luhut tadi ya, kami perlu menyampaikan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian mendalam,” kata Jodi saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, saat ini dunia maupun Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang akan berdampak pada ekonomi domestik. Tantangan itu antara lain seperti dampak dari terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), penurunan ekonomi China, dan melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.

Dengan berbagai risiko dan tantangan ekonomi tersebut, ujar dia, pemerintah ingin menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

“Oleh karena itu berbagai kebijakan ekonomi, termasuk terkait PPN, tengah dikaji secara komprehensif guna memastikan keberlanjutannya sejalan dengan kondisi ekonomi nasional dan global,” kata dia.

Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan pada Rabu (27/11) siang memberikan sinyalemen bahwa penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dari 11 persen berpeluang diundur. Hal itu karena pemerintah sedang menyusun stimulus untuk masyarakat menengah ke bawah.

“Ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini. (Kebijakan stimulus?) Ya kira-kira begitulah,” kata Luhut.

Ia mengungkapkan saat ini sedang dihitung bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat yang terdampak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Bantuan sosial itu akan berbentuk subsidi listrik.

Ketika disinggung kembali mengenai kepastian pemunduran pengenaan tarif PPN 12 persen itu dari rencana awal pada 1 Januari 2025, Luhut mengatakan hal itu tergantung hasil rapat pemerintah mendatang.

“Ya kita gak tau, nanti rapat masih ada berapa lama lagi kan,” kata Luhut.

Tarif PPN 12 persen rencananya akan berlaku pada 1 Januari 2025 sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).