Jakarta – Pengamat Timur Tengah dari Universitas Ibnu Chaldun, Ezza Habsyi, mengingatkan bahwa serangan Amerika Serikat (AS) ke Iran bisa menjadi lonceng perang yang menyulut krisis regional menjadi konflik global, sehingga bukan hanya merupakan eskalasi militer.
Hal itu mengingat, kata dia, Iran kini berada dalam posisi di mana balasan militer bukan sekadar kemungkinan, melainkan sebuah keniscayaan politik.
“Dalam doktrin strategisnya, serangan terhadap infrastruktur nuklir adalah deklarasi perang,” ujar Ezza Habsyi seperti dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ezza mengatakan bahwa kehadiran pangkalan-pangkalan militer AS di Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Yordania kini berubah menjadi sasaran potensial.
Maka dari itu, Ezza mengaku tidak heran jika pasukan Iran bersiaga penuh di Selat Hormuz, jalur vital ekspor minyak dunia.
Bila jalur tersebut ditutup, dia menilai bukan hanya Tel Aviv yang akan terbakar, melainkan seluruh pasar global akan terguncang oleh lonjakan harga energi, inflasi, dan kepanikan finansial.
Di sisi lain, menurut dia, semua pihak juga tidak bisa menutup mata terhadap “arsitektur poros resistensi”. Julukan tersebut banyak diungkapkan analis mengacu pada sebuah tim yang mempertimbangkan dan merespons berbagai jenis tekanan.
Oleh karena itu, sambung Ezza, kelompok Hizbullah di Lebanon, milisi Syiah di Irak dan Suriah, hingga kelompok Houthi di Yaman akan bersiap menjadi alat pukul Teheran untuk menyerang kepentingan Amerika dan Israel di berbagai posisi.
Dengan demikian, kata dia, keterlibatan langsung AS terhadap Iran, terutama dengan serangan terhadap situs nuklir, nyaris menjamin eskalasi besar-besaran di Timur Tengah.
“Perang dunia bukan tidak mungkin, tetapi masih berada dalam kerangka skenario terburuk dan akan sangat bergantung pada langkah selanjutnya dari Rusia dan Tiongkok,” tuturnya.
Meski begitu jika konflik tidak segera diredam, Ezza berpendapat rantai eskalasi bisa menjalar cepat, apalagi jika Iran betul-betul memblokir Hormuz dan menyerang pangkalan-pangkalan Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Negeri Adidaya telah menyelesaikan “serangan yang sangat sukses” terhadap tiga titik fasilitas nuklir di Iran, Sabtu (21/6), yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Dalam Truth Social, Trump menyatakan bahwa semua pesawat AS telah keluar dari ruang udara Iran di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Serangan tersebut dilancarkan setelah Israel dilaporkan meminta AS terlibat dalam serangan udara yang sudah dilakukan terlebih dahulu terhadap sejumlah titik di Iran.
Israel juga telah menyerang beberapa fasilitas yang terkait dengan program pengembangan nuklir Teheran sebelumnya.
Keterlibatan AS dalam agresi Israel terhadap Iran, menentang peringatan Teheran supaya AS tidak ikut campur, diperkirakan akan menyebabkan pemburukan eskalasi yang tak terhindarkan di kawasan.