Jakarta – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022 tentang memperoleh, kehilangan, pembatalan dan memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia merupakan bentuk kehadiran negara dalam melindungi warga.

“Khususnya bagi anak-anak yang lahir sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI yang tidak didaftarkan sebagai anak berkewarganegaraan ganda,” kata Menkumham Yasonna H Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (30/6).

Hal tersebut disampaikan Yasonna saat menghadiri diseminasi kebijakan kewarganegaraan dan keimigrasian Indonesia terbaru di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) San Fransisco, Amerika Serikat.

Selain itu, PP Nomor 21 Tahun 2022 juga ditujukan bagi anak-anak yang lahir sebelum berlakunya Undang-Undang Kewarganegaraan RI yang telah didaftarkan sebagai anak berkewarganegaraan ganda, namun tidak memilih kewarganegaraan Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan berakhir.

Beleid ini memungkinkan anak-anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum Undang-Undang Kewarganegaraan RI, dan anak dari kedua orang tua Warga Negara Indonesia (WNI) yang lahir di negara “Lus Soli”, dan menjadi anak berkewarganegaraan ganda dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

“Caranya melalui mekanisme permohonan pewarganegaraan kepada Presiden,” ujar dia.

Permohonan tersebut disampaikan kepada Menkumham dalam tenggat waktu paling lambat dua tahun sejak PP tersebut diundangkan yakni sampai dengan Mei 2024.

Di sisi lain, Direktorat Jenderal Imigrasi memberikan fasilitas kepada subjek anak berkewarganegaraan ganda yang sudah didaftarkan yaitu pengecualian dari kewajiban memiliki visa, izin tinggal dan izin masuk kembali melalui affidavit.

Affidavit sendiri dapat diajukan pada Kantor Perwakilan RI di luar negeri. Apabila anak tersebut tinggal di Indonesia, maka bisa mengajukannya ke kantor imigrasi sesuai domisili.

Selain itu, fasilitas affidavit dapat digunakan hingga subjek anak berkewarganegaraan ganda menginjak usia 21 tahun atau saat harus menentukan kewarganegaraannya.