Jakarta – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie memberikan buku yang ditulis secara pribadi berjudul Menuju Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945 kepada Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, Jumat.

Pemberian buku itu, kata dia, bertujuan agar Megawati bisa menjadikannya bahan bacaan dan pemikiran dalam rangka penataan kembali sistem ketatanegaraan melalui Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.

“Jadi maksudnya setelah reformasi Polri, kita benahi yang lain-lain, termasuk perubahan UUD NRI. Nanti materinya biar kami diskusikan,” ucap Jimly dalam keterangan video.

Selain memberikan buku yang baru terbit perdana dari percetakan tersebut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut mengaku mengunjungi Megawati di kediamannya guna bertukar pikiran terkait permasalahan bangsa.

Silaturahim dilakukan Jimly dengan ditemani oleh salah satu anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, yakni Mahfud MD.

Setelah menyerahkan buku, Jimly pun bergurau dengan Megawati mengenai kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Banyak itu (yang harus dibenahi),” tuturnya.

Merespons gurauan tersebut, Megawati mengaku sudah pernah meminta peningkatan kembali kedudukan MPR pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2016.

Adapun MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara, yakni sebelum amandemen UUD 1945 periode 1999-2002.

Setelah amandemen, MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara melainkan menjadi lembaga negara yang sederajat dengan lembaga lainnya karena kedaulatan rakyat kini dilaksanakan menurut undang-undang dasar, tidak sepenuhnya oleh MPR.

“Nah, tapi saya bilangnya hanya satu kali, menaikkan MPR, tapi yang protes sopoabang brewok. Katanya kotak pandora, kotak pandora opo?” ucap Megawati dalam kesempatan tersebut.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Ahmad Muzani memastikan bahwa MPR RI tak menutup diri terhadap pandangan dan masukan dari masyarakat, termasuk tak mengunci rapat-rapat kemungkinan amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945.

Dia pun menyadari bahwa ada pandangan-pandangan dari sebagian masyarakat yang menghendaki adanya amandemen terhadap konstitusi negara, dan juga ada yang berpendapat sebaliknya.

“Mengunci rapat-rapat terhadap pikiran amandemen Undang-Undang Dasar 45 adalah menutup rapat-rapat adanya ide-ide cemerlang tentang masa depan bangsa dan konstitusi negara,” kata Muzani dalam acara Gathering Media MPR RI di Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/10).

Namun, menurut dia, MPR RI juga tak akan serta-merta mempermudah bergulirnya pembahasan amandemen tersebut. Dia mengatakan UUD 1945 adalah konstitusi negara yang harus dipikirkan secara cermat dan matang.

“Kami mengerti di masyarakat adanya yang berpikir juga cukup amandemen sampai di sini,” kata dia.