Asia Pacific Malaria Elimination Leaders Summit: Indonesia pimpin upaya untuk memberantas malaria sepenuhnya pada tahun 2030

0 9
(Denpasar) – Pemerintah Indonesia menyelenggarakan Asia Pacific Malaria Elimination Leaders Summit di Hilton Bali Nusa Dua pada 16-17 Juni 2025.
KTT ini bertema “Presidential Initiative for Malaria Elimination” (PCEM) dan dihadiri oleh lebih dari 200 perwakilan dari 23 negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk para pemimpin politik, pakar kesehatan, mitra pembangunan, dan anggota organisasi masyarakat sipil.
KTT ini bertujuan untuk mendorong strategi pemberantasan malaria di kawasan Asia Pasifik, khususnya di Indonesia. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa malaria merupakan salah satu dari empat penyakit menular utama di Indonesia, bersama dengan tuberkulosis, AIDS, dan demam berdarah. Ia mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 500.000 kasus malaria di Indonesia setiap tahunnya, yang mengakibatkan 130.000 kematian.
“Setiap tahunnya, terdapat sekitar 500.000 kasus malaria, tetapi angka kematiannya mencapai 130.000. Padahal, di Indonesia terdapat empat penyakit infeksi utama yang ditularkan melalui nyamuk, yaitu malaria, demam berdarah, Japanese Encephalitis, dan virus Zika.
Namun, demam berdarah dan malaria memiliki angka kesakitan dan kematian tertinggi,” kata Budi dalam jumpa pers pada 17 Juni 2025. Target eliminasi malaria global yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah tahun 2030.
Namun, baru 79% (417 kabupaten dan kota) dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia yang telah memenuhi standar eliminasi malaria. Tantangan terbesar datang dari wilayah Papua yang menyumbang lebih dari 90% dari total kasus malaria di Indonesia.
“Jika kita bisa menyelesaikan masalah di Papua, berarti menyelesaikan 90% masalah. Target kita adalah pada akhirnya malaria bisa eliminasi secara nasional dengan meningkatkan pencegahan dan penanggulangan malaria di Papua,” kata Budi.
Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Kesehatan RI berencana memperluas skrining malaria hingga empat kali lipat dari skala yang direkomendasikan WHO, dari 2 juta kali setahun menjadi 8 juta kali.
“Saat ini kami melakukan sekitar 2 juta skrining per tahun, tetapi berdasarkan pengalaman kami dengan tuberkulosis, demam berdarah, dan HIV, ini masih jauh dari cukup. Jika WHO memperkirakan ada sekitar 1 juta kasus malaria di Indonesia, maka kami perlu melakukan setidaknya 8 juta skrining,” jelas Budi.
Fokus skrining akan dilakukan di wilayah Papua, yang merupakan rumah bagi 90% kasus malaria di Indonesia. Budi juga mengungkapkan bahwa proyek percontohan pencegahan dan pengendalian malaria skala besar di Timika dan Karen, Papua telah mencapai hasil yang luar biasa.
Ia mengatakan: “Kami telah melakukan proyek percontohan di dua wilayah ini untuk mengurangi penularan malaria melalui manajemen obat skala besar. Meskipun efeknya signifikan, kami masih perlu mengevaluasi efektivitas biaya karena itu berarti menyediakan obat untuk seluruh populasi.” Tindakan ini didukung oleh Global Fund, dan Indonesia akan mendistribusikan 3,3 juta kelambu berinsektisida tahan lama setiap dua hingga tiga tahun.
Selain itu, dalam pertemuan puncak tersebut juga ditandatangani dua kesepakatan penting, yaitu “Rencana Pemberantasan Malaria 2030” yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua, dan “Aksi Bersama Pencegahan dan Pengendalian Malaria Lintas Batas” dengan Papua Nugini.
“Papua dan Papua Nugini berada di pulau yang sama, dan nyamuk sering kali menyebar melewati batas negara, sehingga kerja sama menjadi sangat penting,” tegas Budi. Sebagai anggota New York End Malaria Council,
Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan tekadnya untuk mendukung para pemimpin Asia-Pasifik dalam mempercepat pemberantasan malaria.
“Tanggung jawab utama saya adalah mendukung para pemimpin di kawasan Asia-Pasifik dalam mendorong pemberantasan malaria dan berbagi pengalaman Indonesia dalam menangani malaria dan penyakit menular lainnya,” katanya.
Susilo menegaskan bahwa memerangi malaria bukan hanya tindakan medis, tetapi juga masalah kemanusiaan dan keadilan.
“Itulah sebabnya saya bergabung dengan gerakan ini. Memerangi malaria adalah misi yang sangat penting dan mulia. Ini bukan hanya tentang pengobatan, tetapi juga tentang kemanusiaan dan keadilan.” Ia meyakini bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kesehatan Budi, Indonesia akan mampu mencapai tujuan tersebut.

Kendati menghadapi tantangan seperti pendanaan, koordinasi lintas batas, dan partisipasi para pemimpin daerah, Susilo tetap yakin bahwa solusi dapat ditemukan dan berterima kasih kepada mitra internasional atas dukungan mereka. KTT tersebut menandai langkah penting bagi Indonesia untuk memimpin gerakan pemberantasan malaria di kawasan Asia-Pasifik, yang akan memberikan momentum kuat untuk mencapai tujuan bebas malaria 2030. (ry)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.