Kelapa Sawit Jadi Senjata Diplomasi Perdagangan Indonesia: Adakah Masa Depan?

0 28

Seringkali, minyak sawit digunakan sebagai ‘senjata’ di Indonesia ketika memasuki perjanjian atau mengendalikan lobi perdagangan dengan negara-negara mitra.

Lihat saja, sejumlah pakta kerjasama perdagangan dan ekonomi yang telah dinegosiasikan oleh pemerintah tahun ini. Mulai dari PTA Indonesia-Pakistan, CEPA Indonesia-EFTA, CEPA Indonesia-UE, hingga Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), hampir semuanya termasuk minyak sawit mentah (CPO) sebagai salah satu komoditas yang diperjuangkan oleh Republik Indonesia. mengakses.

Selain itu, ada juga kesepakatan antara pemerintah di luar pakta perdagangan dengan negara-negara mitra yang juga termasuk CPO sebagai salah satu produk ‘barter’. Salah satunya dilakukan oleh Menteri Perdagangan Enggartisto Lukita ketika mengunjungi Amerika Serikat pada Agustus 2018.

Pada saat itu, Enggar melobi Boeing untuk menggunakan bioavtur yang dibuat dari CPO sebagai bahan bakar pesawat mereka. Sebaliknya, ia secara tidak langsung berjanji bahwa Indonesia akan membeli pesawat Boeing menggunakan bioavtur.

Selanjutnya, dengan India, ketika negara meminta bea impor gula (BM) di Indonesia diturunkan pada Juli 2018. Dalam hal ini, Pemerintah Republik Indonesia bersedia memenuhi permintaan tersebut, dengan ketentuan bahwa BM CPO di India adalah dikurangi.

Langkah serupa diambil ketika Presiden Indonesia Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri Cina Li Keqiang pada bulan Mei. Dalam pertemuan itu China setuju untuk mengimpor 500.000 ton CPO RI.

Namun, dari sekian banyak upaya memasarkan CPO, kinerja ekspor komoditas tersebut belum membaik. Harga CPO pada Kamis (6/12) di Bursa Derivatif Malaysia turun 0,8% menjadi 1.979 ringgit / ton. Harganya mendekati level terendah selama 3 tahun terakhir.

Selain itu, nilai ekspor CPO sepanjang tahun juga belum membaik. Berdasarkan data BPS, selama Januari-Oktober 2018, nilai ekspor komoditas dikoreksi 9,94% secara tahunan menjadi US $ 17,10 miliar.

Ketua Divisi Perdagangan dan Promosi Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit, Master P. Tumanggor, mengakui bahwa dampak dari strategi partisipasi CPO dalam setiap misi perdagangan Indonesia tahun ini masih sangat terbatas.

Dia mengatakan, pukulan terbesar bagi CPO Indonesia datang ketika India mengangkat komoditas BM. Pada saat yang sama, Indonesia dan Malaysia mengalami kelebihan pasokan minyak sawit.

“Perunding dan pejabat Indonesia sangat aktif dalam menjual CPO. Tidak ada keraguan tentang kemampuan mereka. Masalahnya adalah adanya sentimen tarif dari India dan meningkatnya tren anti-CPO di Barat. Itu membuat nilai dan volume ekspor kami tidak pernah maksimal. tahun ini, “katanya.

Tumanggor juga menilai bahwa semangat kerakyatan di Eropa dan India untuk melindungi petani minyak nonsawit telah membuat akses pasar CPO tersumbat. Akibatnya, awan gelap terus menghantui industri minyak sawit meski didukung dengan berbagai cara.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, dalam negosiasi IEU-CEPA, juru runding RI memasukkan ketentuan akses pasar CPO dalam topik kebijakan pembangunan berkelanjutan.

“Masalahnya adalah atas permintaan masyarakat Eropa. Bahkan jika kita mendapatkan akses pasar, dalam pandangan mereka, CPO telah dicantumkan sebagai produk yang buruk. Belum lagi kampanye hitam yang dilakukan oleh politisi Eropa dengan dalih melindungi bunga matahari. petani, “jelasnya.

Dengan demikian, upaya Indonesia untuk memaksa CPO untuk berpartisipasi dan menjadi bahan ‘barter’ dalam setiap negosiasi perdagangan internasional belum tentu merupakan solusi yang tepat untuk mengerek ekspor komoditas-komoditas ini. Selain itu, sifat CPO yang merupakan produk mentah atau pembantu industri, setiap saat dapat digantikan oleh produk nabati lainnya.

Satu-satunya cara yang dapat diambil saat ini adalah untuk meningkatkan penelitian dan jurnal tentang kelebihan CPO untuk minyak nabati lainnya untuk kampanye positif. Tanpa ketentuan dasar ini, kampanye CPO hitam akan terus berkembang sehingga permintaan langsung dari masing-masing individu untuk komoditas tidak akan pernah meningkat.

Sumber: http://industri.bisnis.com/read/20181209/12/867674/mengkaji-efektivitas-sawit-sebagai-alat-diplomasi-dagang

Leave A Reply

Your email address will not be published.